Rabu, 10 Juli 2013

3 Manusia



                          Perempuan itu selalu kulihat, Mas. Di sana, di matamu.
                         Ada sosok cantik yang selalu kau bawa kemanapun. Iya disana, di matamu. Harusnya aku cemburu lalu memakimu dengan buas setiap kali matamu membawanya pulang kerumah ini. Tapi aku kalah, aku kalah oleh seorang perempuan yang bahkan hanya kutemui di matamu. 

                         Aku tidak ingin tahu secantik apa dia. tidak ingin tahu sepintar apa dia. tidak ingin tahu sehebat apa dia. tidak ingin tahu gaya apa yang dia pakai saat bercinta denganmu. Aku tidak peduli!

                         Aku hanya ingin tahu kenapa perempuan itu bisa selalu di matamu, kenapa cintanya begitu tak bisa kau sembunyikan. Dan lagi-lagi aku kalah oleh seorang perempuan yang selalu menari-nari saat aku menatapmu.

                         ‘aku yang sekedar isterimu ini’ hanya sedang menikmati setiap debit emosi yang menjalar panas, keluar dan hampir membuncah sebentar lagi. Aku selalu bersusah payah melihat matamu lebih dalam dan berharap menemukanku disana. Tapi kosong, selalu begitu. Perempuanmu itu sudah sangat memiliki matamu, bahkan memilikimu. Memang selalu begitu . butuh berapa kali penegasan lagi ? tidak sehari . tidak seminggu . tidak juga setahun aku memperhatikanmu seperti ini . tapi belasan tahun. Belasan tahun sejak pernikahan kita dan dia selalu kau bawa kerumah ini, lewat matamu. Tanpa sungkan, kau mengajaknya dan membiarkannya bersama kita dalam retinamu saat kita bercinta. Dan itu pedih. Kau mencumbunya, bukan aku. Tapi aku kalah. Harus kalah. Dan akan selalu kalah. Perempuanmu itu memang seharusnya selalu di matamu, membuatmu selalu jatuh cinta dan begitu merah muda.

                             “kau bahagia, Mas. Teramat.. harusnya aku senang melihatmu. Harus!”

                         Mas, terima kasih sudah mau mencintai anak-anaku dan selalu mau menjaga perasaanku selembut dan selama ini. Terima kasih sudah mau bertahan sejauh ini. Terima kasih sudah menjadikanku ‘sekedar isteri’ yang sangat kuat, Mas terlalu sempurna menjadi Suami dan Ayah, dan tentunya Mas terlalu manut menjadi seorang anak tunggal. 

                         Demi Mas dan hati yang sudah mau Mas korbankan, Aku siap menjadi ‘sekedar isteri’ selama apapun itu. Demi anak-anak yang selalu mencintaimu dan selalu menunggumu kembali setelah ‘rapat luar kota’ setiap empat minggu, Demi ibu dan ayah Mas yang teramat ingin menjadikanku isteri mu yang kenyataannya ‘sekedar isteri’ saja, dan demi perempuanmu yang sempat kurebut lelakinya.
Isterimu,
yang selalu menunggumu pulang

***

Berhenti mencintaimu bukan pilihan, tapi keharusan. Berhenti, dan mengemas semua perasaan yang sudah lama ada lalu menyimpannya sangat rapat entah dimana, harus lupa. Iya, berhenti mencintaimu itu harus. Berhenti mencintaimu bukan menyerah, tapi memberi jeda. Seperti jeda setelah frase dalam dongeng yang belum selesai, Jeda yang entah sampai kapan tersambungkan kalimat lagi. Berhenti mencintaimu bukan berarti selesai, lain hari aku harus mencintaimu lagi, entah kapan, tapi harus, aku harus mencintaimu lagi, harus kembali pulang padamu. 

Berhenti mencintai perempuan sesempurna kamu. Dan belajar mencintai Desi, ibu dari ke 3 anak-anakku. Desi yang sama sekali tak pernah sesempurna kamu. Desi yang tak pernah kupercaya untuk kutitipi hati. Dan Desi yang ‘hanya desi’. Tidak lebih..

Belajar mencintai Desi setiap hari. Dan itu membosankan! 

Terakhir kali aku melihatmu, kamu begitu cantik. Teramat. Mana mungkin aku akan berhenti mencintaimu begitu saja tanpa berjanji akan kembali mencintaimu kapan-kapan. Terakhir kali aku melihatmu lalu kamu menangis, menangis tapi begitu cantik! mana mungkin aku betah berlama-lama berhenti mencintai perempuan sepertimu. tapi memang aku harus berhenti dulu, belajar meninggalkan candu serupa kamu. 

Dan sekarang, semuanya harus dimulai lagi. Tidak boleh tidak. Bertahun-tahun belajar mencintai desi membuatku semakin yakin bahwa hanya kamulah perempuanku, bahwa hanya kamu yang mampu membuatku begitu jatuh cinta, kamu wine, jenever, pintje dan segala yang bisa membuatku begitu mabuk. Kamu memang candu. Aku harus mencintaimu sekali lagi. Hari ini. 

Aku tak akan bisa jauh darimu, semua orang tahu itu. Sejauh apapun desi membawaku, kamu tetap kubawa kemanapun. Sebesar apapun cinta desi, kamu tetap yang akan memiliki hatiku, tidak boleh desi. Aku tidak mau. Mereka harus tahu, cinta kita sudah terlanjur menguat. Tidak kalah, selalu menang. Bahkan sesuatu yang memutlakan seperti pernikahan!

Dan sekarang kamu sangat nyata. Setelah sekian lama pergi, sekarang ada.. 
Masih.sangat.cantik.

Bertahun-tahun aku tak melihat dagumu, matamu, bibirmu dan lesungmu. Sekarang kamu ada, kamu nyata dan kamu bersamaku, dengan vc katty perry di chanel 32 lalu secangkir cokelat panas yang sudah setengah jam kau pegang. Kamu tak pernah berubah. Pipimu selalu merah muda, dan pastinya: selalu cantik!

“Ndre, kapan kamu pulang? Sudah 5 hari kamu di Surabaya, kasihan Desi...”

Ah yaa... sudah 5 hari. 5 hari bersamamu, 5 hari menumpahkan rindu yang sangat pedih ini, tapi aku suka. 5 hari sembuh. 5 hari bahagia, dan tentunya sudah 5 hari ini aku bebas. Bersamamu, pulang. 

“Ndre, aku beresin koper kamu. Kaos-kaos plus jeans nya aku simpan paling atas ya, supaya kamu ngga ribet. Kemeja panjang dan baju-baju ngantor aku simpan paling bawah, soalnya kamu langsung pulang kan? Ngga ke kantor cabang lagi? Um.. Oh ya, message di handphone sudah di delete semua. Register phone call juga sudah, apalagi? Oh ya.. tadi pagi aku sempat belanja oleh-oleh buat anak-anak dan Desi, kamu kan suka lupa. Mereka pasti senang, Ndre.. apalagi ya, Ndre? Um...”

“Kamu. Aku cuma butuh kamu, Cuma mau kamu!” Aku hanya butuh kamu, kamu yang sedang secerewet ini.

“I’ll survive honey. It just about sacrifice.. Cuma itu” 

“meninggalkanmu sendiri? Lalu pulang bulan depan dengan alasan rapat luar kota? Lagi? Tidak, sayang. Aku ingin disini, di rumah ku..kamu.” rumah ku adalah kamu, bukan Desi.

“Aku harus ke bali, Ndre.. Alisya kecilku butuh aku, sudah stadium 4 kata Mas Pram. Aku memang tidak ingin menjadi isteri yang baik, tapi setidaknya aku harus menjadi ibu yang baik. Mas Pram Cuma memintaku sepekan, tidak lebih.. sepekan menjadi ibu yang baik lalu setelah itu aku boleh ke Surabaya lagi, pulang ke kamu.”

“Peduli apa dengan Pram? Kamu mencintainya?”

“Tidak akan. Sama seperti kamu dan desi. Pram ‘hanya suamiku’, tapi Alisya...dia lebih dari sekedar anak ku..”

“I get it.. Okey..”

“Pesawat take off sejam lagi, Ndre.. take care. Jangan lupa cek phonebook, ganti display name ku ya.. Bye!”

“See you next month, honey.. I already with you, like always. Jangan nakal ya, Bye!”

***


Ibu dan ayahmu tak pernah menyukaiku sebelumnya, Ndre.. apalagi sekarang, dengan cara yang seperti ini. Akan sejalang apa aku dimata mereka?

Tapi memang benar katamu, cinta kita memang harus menang. Bagaimanapun itu.

Hati-hati dijalan, cepat pulang lagi ya... I’ll miss you!

0 komentar:

Posting Komentar

 
;