Perempuan
itu selalu kulihat, Mas. Di sana, di matamu.
Ada sosok cantik yang
selalu kau bawa kemanapun. Iya disana, di matamu. Harusnya aku cemburu lalu
memakimu dengan buas setiap kali matamu membawanya pulang kerumah ini. Tapi aku
kalah, aku kalah oleh seorang perempuan yang bahkan hanya kutemui di matamu.
Aku tidak
ingin tahu secantik apa dia. tidak ingin tahu sepintar apa dia. tidak ingin
tahu sehebat apa dia. tidak ingin tahu gaya apa yang dia pakai saat bercinta
denganmu. Aku tidak peduli!
Aku hanya
ingin tahu kenapa perempuan itu bisa selalu di matamu, kenapa cintanya begitu
tak bisa kau sembunyikan. Dan lagi-lagi aku kalah oleh seorang perempuan yang
selalu menari-nari saat aku menatapmu.
‘aku yang sekedar isterimu ini’ hanya sedang menikmati setiap debit emosi yang menjalar panas, keluar
dan hampir membuncah sebentar lagi. Aku selalu bersusah payah melihat matamu
lebih dalam dan berharap menemukanku disana. Tapi kosong, selalu begitu. Perempuanmu itu sudah sangat memiliki
matamu, bahkan memilikimu.
Memang
selalu begitu . butuh berapa kali penegasan lagi ? tidak sehari . tidak
seminggu . tidak juga setahun aku memperhatikanmu seperti ini . tapi 4 tahun. 4
tahun sejak pernikahan kita dan dia selalu kau bawa kerumah ini, lewat matamu.
Tanpa sungkan, kau mengajaknya dan membiarkannya bersama kita dalam retinamu
saat kita bercinta. Dan itu pedih. Kau mencumbunya, bukan aku. Tapi aku kalah.
Harus kalah. Dan akan selalu kalah. Perempuanmu
itu memang seharusnya selalu di matamu, membuatmu selalu jatuh cinta dan begitu
merah muda.
“kau bahagia, Mas.
Teramat.. harusnya aku senang melihatmu. Harus!”
Mas,
terima kasih sudah mau mencintai anak-anaku dan selalu mau menjaga perasaanku
selembut dan selama ini. Terima kasih sudah mau bertahan sejauh ini. Terima
kasih sudah menjadikanku ‘sekedar isteri’
yang sangat kuat, Mas terlalu sempurna menjadi Suami dan Ayah, dan tentunya
Mas terlalu manut menjadi seorang anak tunggal.
Demi Mas
dan hati yang sudah mau Mas korbankan, Aku siap menjadi ‘sekedar isteri’ selama apapun itu. Demi anak-anak yang selalu
mencintaimu dan selalu menunggumu kembali setelah ‘rapat luar kota’ setiap empat minggu, Demi ibu dan ayah Mas yang
teramat ingin menjadikanku isteri mu yang kenyataannya ‘sekedar isteri’ saja, dan demi perempuanmu
yang sempat kurebut lelakinya.
0 komentar:
Posting Komentar