Senin, 01 Juli 2013

Balasan Cerpen Jeung Lala "Kamu. Kebiasaanmu"


                           Perempuan itu selalu kulihat, Mas. Di sana, di matamu.
                         Ada sosok cantik yang selalu kau bawa kemanapun. Iya disana, di matamu. Harusnya aku cemburu lalu memakimu dengan buas setiap kali matamu membawanya pulang kerumah ini. Tapi aku kalah, aku kalah oleh seorang perempuan yang bahkan hanya kutemui di matamu. 

                         Aku tidak ingin tahu secantik apa dia. tidak ingin tahu sepintar apa dia. tidak ingin tahu sehebat apa dia. tidak ingin tahu gaya apa yang dia pakai saat bercinta denganmu. Aku tidak peduli!

                         Aku hanya ingin tahu kenapa perempuan itu bisa selalu di matamu, kenapa cintanya begitu tak bisa kau sembunyikan. Dan lagi-lagi aku kalah oleh seorang perempuan yang selalu menari-nari saat aku menatapmu.

                         ‘aku yang sekedar isterimu ini’ hanya sedang menikmati setiap debit emosi yang menjalar panas, keluar dan hampir membuncah sebentar lagi. Aku selalu bersusah payah melihat matamu lebih dalam dan berharap menemukanku disana. Tapi kosong, selalu begitu. Perempuanmu itu sudah sangat memiliki matamu, bahkan memilikimu.

                         Memang selalu begitu . butuh berapa kali penegasan lagi ? tidak sehari . tidak seminggu . tidak juga setahun aku memperhatikanmu seperti ini . tapi 4 tahun. 4 tahun sejak pernikahan kita dan dia selalu kau bawa kerumah ini, lewat matamu. Tanpa sungkan, kau mengajaknya dan membiarkannya bersama kita dalam retinamu saat kita bercinta. Dan itu pedih. Kau mencumbunya, bukan aku. Tapi aku kalah. Harus kalah. Dan akan selalu kalah. Perempuanmu itu memang seharusnya selalu di matamu, membuatmu selalu jatuh cinta dan begitu merah muda.

                          “kau bahagia, Mas. Teramat.. harusnya aku senang melihatmu. Harus!”

                         Mas, terima kasih sudah mau mencintai anak-anaku dan selalu mau menjaga perasaanku selembut dan selama ini. Terima kasih sudah mau bertahan sejauh ini. Terima kasih sudah menjadikanku ‘sekedar isteri’ yang sangat kuat, Mas terlalu sempurna menjadi Suami dan Ayah, dan tentunya Mas terlalu manut menjadi seorang anak tunggal. 

                         Demi Mas dan hati yang sudah mau Mas korbankan, Aku siap menjadi ‘sekedar isteri’ selama apapun itu. Demi anak-anak yang selalu mencintaimu dan selalu menunggumu kembali setelah ‘rapat luar kota’ setiap empat minggu, Demi ibu dan ayah Mas yang teramat ingin menjadikanku isteri mu yang kenyataannya ‘sekedar isteri’ saja, dan demi perempuanmu yang sempat kurebut lelakinya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;