Perempuan
itu selalu kulihat, Mas. Di sana, di matamu.
Ada sosok cantik yang
selalu kau bawa kemanapun. Iya disana, di matamu. Harusnya aku cemburu lalu
memakimu dengan buas setiap kali matamu membawanya pulang kerumah ini. Tapi aku
kalah, aku kalah oleh seorang perempuan yang bahkan hanya kutemui di matamu.
Aku tidak
ingin tahu secantik apa dia. tidak ingin tahu sepintar apa dia. tidak ingin
tahu sehebat apa dia. tidak ingin tahu gaya apa yang dia pakai saat bercinta
denganmu. Aku tidak peduli!
Aku hanya
ingin tahu kenapa perempuan itu bisa selalu di matamu, kenapa cintanya begitu
tak bisa kau sembunyikan. Dan lagi-lagi aku kalah oleh seorang perempuan yang
selalu menari-nari saat aku menatapmu.
‘aku yang sekedar isterimu ini’ hanya sedang menikmati setiap debit emosi yang menjalar panas, keluar
dan hampir membuncah sebentar lagi. Aku selalu bersusah payah melihat matamu
lebih dalam dan berharap menemukanku disana. Tapi kosong, selalu begitu. Perempuanmu itu sudah sangat memiliki
matamu, bahkan memilikimu. Memang selalu begitu . butuh berapa kali penegasan lagi
? tidak sehari . tidak seminggu . tidak juga setahun aku memperhatikanmu
seperti ini . tapi belasan tahun. Belasan tahun sejak pernikahan kita dan dia
selalu kau bawa kerumah ini, lewat matamu. Tanpa sungkan, kau mengajaknya dan
membiarkannya bersama kita dalam retinamu saat kita bercinta. Dan itu pedih.
Kau mencumbunya, bukan aku. Tapi aku kalah. Harus kalah. Dan akan selalu kalah.
Perempuanmu itu memang seharusnya
selalu di matamu, membuatmu selalu jatuh cinta dan begitu merah muda.
“kau bahagia, Mas.
Teramat.. harusnya aku senang melihatmu. Harus!”
Mas,
terima kasih sudah mau mencintai anak-anaku dan selalu mau menjaga perasaanku
selembut dan selama ini. Terima kasih sudah mau bertahan sejauh ini. Terima
kasih sudah menjadikanku ‘sekedar isteri’
yang sangat kuat, Mas terlalu sempurna menjadi Suami dan Ayah, dan tentunya
Mas terlalu manut menjadi seorang anak tunggal.
Demi Mas
dan hati yang sudah mau Mas korbankan, Aku siap menjadi ‘sekedar isteri’ selama apapun itu. Demi anak-anak yang selalu
mencintaimu dan selalu menunggumu kembali setelah ‘rapat luar kota’ setiap empat minggu, Demi ibu dan ayah Mas yang
teramat ingin menjadikanku isteri mu yang kenyataannya ‘sekedar isteri’ saja, dan demi perempuanmu
yang sempat kurebut lelakinya.
Isterimu,
yang selalu menunggumu pulang
***
Berhenti
mencintaimu bukan pilihan, tapi keharusan. Berhenti, dan mengemas semua
perasaan yang sudah lama ada lalu menyimpannya sangat rapat entah dimana, harus
lupa. Iya, berhenti mencintaimu itu harus. Berhenti mencintaimu bukan menyerah,
tapi memberi jeda. Seperti jeda setelah frase dalam dongeng yang belum selesai,
Jeda yang entah sampai kapan tersambungkan kalimat lagi. Berhenti mencintaimu
bukan berarti selesai, lain hari aku harus mencintaimu lagi, entah kapan, tapi
harus, aku harus mencintaimu lagi, harus kembali pulang padamu.
Berhenti
mencintai perempuan sesempurna kamu. Dan belajar mencintai Desi, ibu dari ke 3 anak-anakku. Desi yang sama sekali tak pernah sesempurna kamu. Desi yang tak pernah kupercaya untuk
kutitipi hati. Dan Desi yang ‘hanya
desi’. Tidak lebih..
Belajar
mencintai Desi setiap hari. Dan itu
membosankan!
Terakhir
kali aku melihatmu, kamu begitu cantik. Teramat. Mana mungkin aku akan berhenti
mencintaimu begitu saja tanpa berjanji akan kembali mencintaimu kapan-kapan.
Terakhir kali aku melihatmu lalu kamu menangis, menangis tapi begitu cantik!
mana mungkin aku betah berlama-lama berhenti mencintai perempuan sepertimu.
tapi memang aku harus berhenti dulu, belajar meninggalkan candu serupa kamu.
Dan
sekarang, semuanya harus dimulai lagi. Tidak boleh tidak. Bertahun-tahun
belajar mencintai desi membuatku semakin yakin bahwa hanya kamulah perempuanku,
bahwa hanya kamu yang mampu membuatku begitu jatuh cinta, kamu wine, jenever, pintje dan segala yang
bisa membuatku begitu mabuk. Kamu memang candu. Aku harus mencintaimu sekali
lagi. Hari ini.
Aku
tak akan bisa jauh darimu, semua orang tahu itu. Sejauh apapun desi membawaku,
kamu tetap kubawa kemanapun. Sebesar apapun cinta desi, kamu tetap yang akan memiliki
hatiku, tidak boleh desi. Aku tidak mau. Mereka harus tahu, cinta kita sudah
terlanjur menguat. Tidak kalah, selalu menang. Bahkan sesuatu yang memutlakan
seperti pernikahan!
Dan
sekarang kamu sangat nyata. Setelah sekian lama pergi, sekarang ada..
Masih.sangat.cantik.
Bertahun-tahun
aku tak melihat dagumu, matamu, bibirmu dan lesungmu. Sekarang kamu ada, kamu
nyata dan kamu bersamaku, dengan vc katty perry di chanel 32 lalu secangkir
cokelat panas yang sudah setengah jam kau pegang. Kamu tak pernah berubah. Pipimu
selalu merah muda, dan pastinya: selalu cantik!
“Ndre, kapan kamu pulang?
Sudah 5 hari kamu di Surabaya, kasihan Desi...”
Ah
yaa... sudah 5 hari. 5 hari bersamamu, 5 hari menumpahkan rindu yang sangat
pedih ini, tapi aku suka. 5 hari sembuh. 5 hari bahagia, dan tentunya sudah 5
hari ini aku bebas. Bersamamu, pulang.
“Ndre, aku beresin koper kamu.
Kaos-kaos plus jeans nya aku simpan paling atas ya, supaya kamu ngga ribet.
Kemeja panjang dan baju-baju ngantor aku simpan paling bawah, soalnya kamu
langsung pulang kan? Ngga ke kantor cabang lagi? Um.. Oh ya, message di
handphone sudah di delete semua. Register phone call juga sudah, apalagi? Oh
ya.. tadi pagi aku sempat belanja oleh-oleh buat anak-anak dan Desi, kamu kan
suka lupa. Mereka pasti senang, Ndre.. apalagi ya, Ndre? Um...”
“Kamu. Aku cuma butuh kamu,
Cuma mau kamu!” Aku hanya butuh kamu, kamu yang sedang
secerewet ini.
“I’ll survive honey. It just
about sacrifice.. Cuma itu”
“meninggalkanmu sendiri? Lalu
pulang bulan depan dengan alasan rapat luar kota? Lagi? Tidak, sayang. Aku
ingin disini, di rumah ku..kamu.” rumah ku adalah
kamu, bukan Desi.
“Aku harus ke bali, Ndre.. Alisya
kecilku butuh aku, sudah stadium 4 kata Mas Pram. Aku memang tidak ingin menjadi
isteri yang baik, tapi setidaknya aku harus menjadi ibu yang baik. Mas Pram
Cuma memintaku sepekan, tidak lebih.. sepekan menjadi ibu yang baik lalu
setelah itu aku boleh ke Surabaya lagi, pulang ke kamu.”
“Peduli apa dengan Pram? Kamu
mencintainya?”
“Tidak akan. Sama seperti kamu
dan desi. Pram ‘hanya suamiku’, tapi Alisya...dia lebih dari sekedar anak ku..”
“I get it.. Okey..”
“Pesawat take off sejam lagi,
Ndre.. take care. Jangan lupa cek phonebook, ganti display name ku ya.. Bye!”
“See you
next month, honey.. I already with you, like always. Jangan nakal ya, Bye!”
***
Ibu
dan ayahmu tak pernah menyukaiku sebelumnya, Ndre.. apalagi sekarang, dengan
cara yang seperti ini. Akan sejalang apa aku dimata mereka?
Tapi
memang benar katamu, cinta kita memang harus menang. Bagaimanapun itu.
Hati-hati dijalan, cepat
pulang lagi ya... I’ll miss you!